Pemasaran Nata de Cassava

Dalam suatu produksi suatu barang atau jasa, keberadaan pasar menjadi hal yang penting dan utama untuk dikaji. Pemasaran adalah kegiatan yang dilakukan setelah produksi untuk menyampaikan hasil produksi ke tangan masyarakat. Kegiatan pemasaran terdiri dari banyak hal. Saya selaku penulis masih tergolong baru dalam hal pemasaran, namun akan saya ceritakan pengalaman saya selama menggeluti usaha nata de cassava.

Nata de cassava merupakan produk makanan berserat yang biasanya digunakan sebagai tambahan dalam produk minuman. Produk yang serupa yang telah dikenal di pasaran adalah nata de coco. Contoh Okky jelly drink, wong coco, inaco, dll. Kandungan serat dalam produk nata berfungsi melancarkan pencernaan, oleh karena itu produk minuman nata baik dikonsumsi untuk berbagai kalangan umur.

Tahapan pemasaran nata de cassava adalah berawal dari produksi nata de cassava oleh para petani. Produksi nata de cassava masih dilakukan skala tradisional yaitu produksi lembaran nata menggunakan nampan, hampir sama dengan petani nata de coco. Usaha ini tergolong high risk karena nata de cassava merupakan produk fermentasi yang membutuhkan peralatan dan ruang produksi yang steril. Banyak faktor produksi yang harus dikendalikan agar dihasilkan lembaran nata de cassava dengan ketebalan yang diinginkan, tekstur halus, dan tidak tumbuh jamur.

Produk lembaran nata de cassava hasil panen petani dibedakan kualitasnya menjadi KW 1 dan KW 2. Produk yang memiliki ketebalan 1-1,5 cm, tekstur mulus, rata, tidak tumbuh pada bagian tengah lembaran nata dapat dikategorikan dalam KW 1 dan harga berkisar antara Rp 900,00 – Rp 1.000,00 tiap kilogram berat nata. harga ini fluktuatif tergantung pada musim. Pada musim kemarau terjadi peningkatan permintaan pasar. Tahap pemasaran selanjutnya adalah dari petani nata ke pengepul nata atau dapat langsung masuk ke pabrik pengolah nata/pabrik minuman kemasan yang tersebar di Indonesia. Pengepul nata adalah pihak yang memasok nata ke pabrik, biasanya petani yang kapasitas produksinya masih kecil akan ditampung/dijual ke pengepul daerah masing-masing dengan harga sesuai dengan nego. Untuk kapasitas produksi yang besar biasanya akan dipasarkan ke pabrik langsung dengan harga yang lebih tinggi karena harus menanggung biaya transport.

Selengkapnya

Formula Nata de Cassava

Nata de cassava merupakan produk makanan berserat menyerupai nata de coco. Bahan yang digunakan antara lain air limbah pati tapioka/pati aci dan parutan singkong. Air singkong dapat menjadi bahan alternatif pengganti air kelapa yang sekarang ini jumlahnya terbatas dan belum mampu memenuhi seluruh permintaan pasar nata.

Beberapa keunggulan dari nata de cassava antara lain: kandungan seratnya lebih tinggi dari pada nata de coco (dibuktikan dengan uji lab), bahan bakunya air limbah pati tapioka/singkong jumlah melimpah, dan murah. Karena bahannya dari air limbah yang bersifat asam maka tidak membutuhkan penambahan asam cuka dan tidak membutuhkan gula pasir seperti dalam pembuatan nata de coco, sehingga biaya produksi dapat ditekan. Namun kelemahan dari produk ini adalah harus merebus 2x sehingga biaya bahan bakar lebih tinggi, membutuhkan kesabaran dan keuletan untuk mempelajari proses produksi nata de cassava.

Untuk membuat air singkong diperlukan formula khusus, kami menyebutnya F1 dan F2. Formula ini merupakan kunci untuk produksi nata de cassava. Penemunya adalah Nur Kartika, Indra, Margianto, dan Farid mahasiswa lulusan Universitas Gadjah Mada. Penelitian dilakukan pada tahun 2007. Berkat keuletan dan kerjasama tim akhirnya kami berhasil menemukan formula ini.

Kami telah mendaftarkan hak patennya untuk melindungi penemuan ini. Teknologi ini telah diaplikasikan di dukuh Nangsri, Bantul yang merupakan industri pati tapioka. Telah terdapat 10 petani plasma nata de cassava. Namun permintaan pasar belum terpenuhi seluruhnya oleh karena itu kami membuka kerjasama bagi pihak yang ingin mengembangkan nata de cassava, memanfaatkan limbah cair pati tapioka dan potensi singkong yang melimpah. Untuk kerjasama lebih lanjut dapat menghubungi kami di nomor contact yang telah kami sediakan.

Selengkapnya

Bibit Nata de Cassava

Bibit sering disebut biang/starter. Seperti halnya membuat tempe, bahan baku kedelai harus ditambahkan biang/usar/ragi agar menjadi tempe. Pembuatan bibit nata de cassava tidak jauh berbeda dengan pembuatan tempe. Prinsipnya adalah menambahkan bibit/biang pada media dan bibit akan tumbuh pada media tersebut.

Produk nata merupakan produk fermentasi yang memanfaatkan keberadaan mikrobia dalam proses produksinya. Mikrobia yang digunakan adalah bakteri nata (Acetobacter xylinum). Ketangguhan bakteri nata dalam proses fermentasi merupakan salah satu faktor untuk menghasilkan nata dengan ketebalan yang optimal. Pada dasarnya bakteri merupakan makhluk hidup yang membutuhkan asupan energi untuk melakukan aktivitasnya dan faktor lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan bakteri nata..

Media pertumbuhan yang digunakan untuk membuat bibit adalah air kelapa, agar bakteri tumbuh dengan optimal maka perlu adanya penambahan gula sebagai sumber karbon dan sedikit ZA untuk memenuhi kebutuhan sumber N bagi tubuh bakteri. Oleh bakteri, bahan-bahan tersebut akan dicerna dan diproses untuk pertumbuhan bakteri. Ada satu faktor mendasar yang harus dipenuhi dalam pembuatan bibit nata de cassava yaitu kandungan asam dalam bahan. Karena kondisi asam disini dibutuhkan agar bakteri membentuk selimut perlindungan diri. Selimut ini berupa benang-benang/fibril yang disusun membentuk suatu lapisan/selulosa.

Lapisan ini disebut lembaran nata. Asam dapat diperoleh secara alami tanpa harus menambahkan asam cuka, yaitu dengan mendiamkan air kelapa untuk beberapa saat sesuai dengan kadar asam yang dibutuhkan yaitu keasaman dengan pH 3-4. Pembuatan bibit nata de cassava dan produk lembaran nata de cassava prinsipnya adalah sama yaitu menggunakan media yang telah ditambahkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan nata namun untuk pembuatan bibit, media dituangkan ke botol sedangkan untuk membuat lembaran produk nata menggunakan nampan sebagi pencetaknya. Bakteri nata adalah bakteri aerob fakultatif yang membutuhkan oksigen untuk tumbuh sehingga lembaran nata akan tumbuh dipermukaan media. Karena nampan tidak setinggi botol maka cairan/media akan menebal membentuk lapisan nata semuanya, sedangkan media yang dituang di botol, karena botol tinggi maka yang akan membentuk nata hanya di bagian permukaan saja sedangkan cairan di bawah lapisan nata dapat digunakan sebagai bibit baru.

Selengkapnya

Limbah Cair Tapioka Sebagai Bahan Baku Nata de Cassava

Oleh sebagian pabrik pati tapioka, limbah cair menjadi suatu masalah pencemaran lingkungan sehingga perlu pengolahan lebih lanjut sebelum dibuang ke lingkungan.Limbah cair ini berupa air yang digunakan untuk memeras parutan singkong dan mengendapkan pati. Keberadaan limbah cair ini tidak dapat terelakkan lagi. Berdasarkan survey di salah satu perajin pati tapioka/ pati aci yang terletak di Nangsri, Pundong, Bantul, untuk memproduksi pati dari 2 kuintal singkong akan menghasilkan limbah cair tak kurang dari 300 liter. Di Pundong, Bantul terdapat hampir 120 perajin pati tapioka, dengan kapasitas produksi 2-4 kuintal singkong/perajin. Sehingga dihasilkan jumlah limbah cair yang sangat melimpah 30.000 liter. Hal tersebut yang melatarbelakangi penelitian nata de cassava, adanya bahan sisa yang melimpah dan belum termanfaatkan menjadi makanan berserat nata de cassava yang menyehatkan pencernaan.

Kandungan asam dalam limbah cair tapioka merupakan salah satu persyaratan dalam pembuatan nata de cassava. Sebaiknya limbah cair yang digunakan sebagai bahan baku nata de cassava, limbah yang masih segar berumur maksimal 3 hari setelah pengendapan pati. Pada saat pemerasan pati sebaiknya air dari perasan yang ketiga dipisahkan dengan perasan berikutnya. Perasan singkong yang ketiga masih mengandung pati tinggi. Kami menyebutnya limbah kental, sedangkan perasan keempat dan berikutnya dimasukkan dalam bak yang berbeda (limbah bening) yang kandungan asamnya lebih rendah. Limbah kental tersebut direbus bersama dengan parutan singkong dan ditambahkan formula 1 & 2, kemudian difermentasi selama 7 hari. Nata de cassava siap dipanen. Selamat mencoba..

Selengkapnya

Nata De Cassava & Masyarakat Nangsri, Bantul, Yogyakarta

Dukuh Nangsri merupakan sentra industri rumah tangga pati aci/tapioka yang terletak di desa Srihardono, kecamatan Pundong, Bantul, Yogyakarta. Hampir seluruh masyarakatnya memproduksi pati dari singkong secara turun temurun. Proses produksinya masih tergolong tradisional. Mulai dari pengupasan kulit singkong, pemarutan singkong dengan mesin, pemerasan pati masih menggunakan tenaga manusia. Pengeringan patinya juga masih sederhana yaitu menggunakan sinar matahari, sehingga mengalami kendala dalam musim penghujan.

Saya yang masih muda merasa malu karena setua itu masih semangat dan penuh tawa saat bekerja, sedangkan saya yang memiliki tenaga dan pikiran hanya melihat. Akhirnya saya ikut mencoba..he3 niatnya ingin meringankan pekerjaan malah membuat Simbah perajin pati aci tertawa, karena baru memeras 50 kg singkong, pinggang saya sudah serasa encok “hmmm..mungkin belum terbiasa biasanya saya kuat ko” (hohoho nyari-nyari alasan supaya tidak malu-malu amat). Padahal biasanya rata-rata tiap perajin 2-4 kuintal singkong/produksi. Saya akui memang memeras pati aci pekerjaan yang membutuhkan tenaga extra.

Sampai di rumah, badan saya rasanya pegal dan capek. Dari 1 kilogram singkong biasanya dihasilkan 20 kg pati aci kering. Sisanya adalah kulit, bonggol, dan ampas singkong. Limbah cair yang dihasilkan sangat melimpah, bersifat asam, dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Harga 1 kg pati aci Rp 4.500,00-Rp 5.000,00. Oleh masyarakat sekitar biasanya pati aci diproses menjadi mie pentil (awas salah baca yaa!), Mie des dan kerupuk bendera. Mie pentil ini adalah makanan khas masyarakat Pundong. Rasanya unik, kenyal, dan alami. Nama mie pentil didapat karena bentuk mienya panjang dan kenyal seperti pentil sepeda.

Limbah cair pati aci adalah limbah cair pada saat pemerasan dan pengendapan pati. Setiap kali produksi 2-4 kuintal singkong dihasilkan limbah kurang lebih 300 liter. Jumlah seluruh perajin pati aci di desa Srihardono adaah 120. Limbah sisa produksi sangat melimpah dan membutuhkan pengolahan lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan. Dulu sebelum ada IPAL, limbah hanya dibuang sembarang apabila terkena kulit akan gatal, mematikan tanaman di halaman, ikan di sungai mati, dan pencemaran bau yang menggangu. Akhirnya oleh pemerintah dibuatkan IPAL yang sederhana untuk mengurangi dampak pencemaran.

Melihat hal tersebut timbul pemikiran untuk memanfaatkan limbah karena karakteristiknya yang asam maka berpotensi dimanfaatkan menjadi produk nata. Salah satu syarat terbentuknya nata de coco adalah kandungan asam air kelapa, bahkan untuk menambah keasamannya membutuhkan air cuka dalam pembuatan nata de coco. Mengapa tidak menggunakan asam dari air limbah pati aci. Akhirnya mulailah kami melakukan penelitian pembuatan nata de cassava dari air limbah pati tapioka dan singkong. Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT berkat kerjasama dari berbagai pihak akhirnya ditemukannya Formula untuk membuat nata de cassava ini. Perkembangannya terakhir 2010 terdapat 10 perajin nata de cassava di Nangsri, selain mereka produksi pati aci juga produksi nata de cassava dari limbah yang mereka hasilkan. Meningkatkan taraf hidup secara finansial. Harapannya seluruh perajin pati aci dapat menjadi petani nata de cassava. Pelan tapi pasti! Kami mohon doa dari para pembaca.

Selengkapnya

Sejarah Penemuan Nata de Cassava

Penemuan nata de cassava diawali saat berkunjung ke salah satu industri nata de coco yang terletak di Bantul, Yogyakarta. Industri ini mengungkapkan adanya peluang pasar nata yang masih belum terpenuhi seluruhnya karena kendala keterbatasan bahan baku air kelapa. Diperlukan bahan baku alternatif lain sebagai pengganti air kelapa, yang tersedia melimpah dan murah karena air kelapa merupakan limbah kelapa yang tadinya dibuang.

Salah satu anggota tim kami secara tidak sengaja makan tape yang rasanya manis, kemudian teringat teknologi pembuatan nata de coco bahwa salah satu syaratnya adalah gula pasir. Berbekal informasi ini berarti secara garis besar dapat disimpulkan bahwa singkong dapat dibuat menjadi nata atau kami sebut nata de cassava, namun penerapan teknologinya belum ditemukan. Berbagai percobaan terus dilakukan. Pada tahun 2007, kami membentuk suatu tim yang terdiri dari 4 orang mahasiswa UGM dari berbagai jurusan. Yang terdiri dari Nur Kartika I. M, Indra Triwibowo, Margianto, dan Farid. Di sela kesibukan kuliah, pada malam hari seusai maghrib kami luangkan waktu untuk meneliti nata de cassava di Laboratorium Mikrobiologi, PAU, UGM. Hal ini dilandasi karena ketertarikan dan keingintahuan kami tentang nata de cassava, sehingga membuat perasaan lelah menjadi sumringah (orang jogja menyebutnya untuk ungkapan senang). Penelitian terus dilakukan hingga akhirnya ditemukannya Formula 1 dan Formula 2 yang merupakan kunci pembuatan pembuatan nata de cassava. Proses pembuatan nata de cassava dibutuhkan ketekunan dan kesabaran, karena banyak faktor yang mempengaruhi proses fermentasi nata de cassava.

Pada tahun 2008, kami mengikuti perlombaan usaha/bisnis Innovative Entrepreneurship Challenge 3 yaitu lomba nasional tahunan yang diadakan ITB bagi mahasiswa yang memiliki Ide bisnis inovatif. Perlombaan ini melewati beberapa tahapan, yaitu penyeleksian yang ketat dari 255 tim dari berbagai universitas di Indonesia, bussines plan kami lolos 30 besar kemudian dilombakan lagi diambil 10 besar. Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, sebuah prestasi berhasil dipersembahkan untuk Kampus tercinta UGM sebagai juara 1. Kami juga menjuarai Young Entrepreneurship Challenge yaitu lomba bisnis untuk kalangan umum yang diadakan oleh Harian Bisnis Indonesia, dan Alhamdulillah kami mendapat juara 1 kategori perintis.

Teknologi ini kami aplikasikan di desa binaan yang terletak di dukuh Nangsri, Desa Srihardono, Bantul, Yogyakarta. Desa ini terdapat 120 perajin pati tapioka yang secara turun temurun memproduksi pati tapioka tradisional/kampung yang sering disebut pati aci, dengan kapasitas produksi 4 kuintal singkong/perajin. Perkembangannya saat ini telah terdapat 10 petani aci yang memanfaatkan limbahnya menjadi nata de cassava, namun belum seluruh petani pati aci mengaplikasikan pengolahan limbahnya menjadi nata de cassava karena keterbatasan modal.

Selengkapnya